Sabtu, 15 Agustus 2015

Premenstrual syndrome

Apa sih Premenstrual Syndrome??

Premenstrual syndrome (PMS) juga disebut PMT atau ketegangan pramenstruasi adalah gejala fisik dan emosional yang berhubungan dengan siklus menstruasi wanita. Sementara bagian besar wanita usia subur (sampai 85%) melaporkan mengalami gejala fisik yang dialami berkaitan dengan fungsi ovulasi normal, seperti kembung atau nyeri payudara, definisi medis dari PMS terbatas pada suatu pola konsisten dari gejala emosional dan fisik yang terjadi hanya selama fase luteal dari siklus menstruasi yang dari "keparahan yang cukup untuk mengganggu beberapa aspek kehidupan". Secara khusus, gejala emosional harus hadir secara konsisten untuk mendiagnosa PMS. Gejala emosional dan fisik tertentu disebabkan PMS bervariasi dari wanita untuk wanita, tetapi pola individu setiap wanita gejala diprediksi, terjadi secara konsisten selama sepuluh hari sebelum menstruasi, dan lengkap baik sesaat sebelum atau segera setelah dimulainya menstruasi.

Hanya sebagian kecil wanita (2 - 5%) memiliki gejala pramenstruasi yang signifikan yang terpisah dari ketidaknyamanan normal yang terkait dengan mestruasi pada wanita sehat. Kultural, singkatan PMS secara luas dipahami dalam negara berbahasa inggris untuk merujuk pada kesulitan yang berhubungan dengan menstruasi, dan sigkatan yang sering digunakan bahkan dalam pengaturan santai dan sehari-hari, tanpa memperhatikan ketelitian medis. Dalam konteks ini, sindrom yang jarang disebut tanpa singkatan, dan konotasi dari referensi sering lebih luas dari definisi klinis. Gangguan dysphoric premenstrual (PMDD) adalah kondisi yang lebih parah, diposisikan sebagai gangguan kejiwaan yang mirip dengan depresi unipolar.

Gejala
  • Perasaan wanita tentang tubuhnya yang bertambah gemuk
    Peningkatan kadar hormon estrogen menyebabkan retensi cairan di dalam tubuh yang melebihi nilai normal. Retensi cairan adalah akibat dari peningkatan kadar hormon estrogen yang menyebabkan tubuh mengurangi jumlah cairan yang dikeluarkannya sehingga jumlah total cairan didalam tubuh bertambah dibandingkan normalnya.

    Kadar hormon estrogen mencapai puncaknya sekitar 14 sampai dengan 16 hari sebelum menstruasi berikutnya. Dengan demikian, harap dimaklumi apabila seorang istri merasa kurang percaya diri karena merasa lebih gemuk disaat - saat tersebut.


  • Sikap mudah marah dan mudah tersinggung
    Hal tersebut disebabkan hormon estrogen dan progesteron yang menurun dengan drastis sesaat sebelum terjadinya menstruasi. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, sistem reproduksi terkait erat dengan susunan syaraf pusat, termasuk otak. Oleh karena itu, perubahan hormonal yang mengatur sistem reproduksi kemungkinan juga akan berpengaruh pada kerja otak yang mengatur emosi dan mood (perasaan)

  • Tanda - tanda lain yang termasuk dalam gejala PMS, bergantung pada variasi atau keunikan dari setiap wanita.

    Hingga saat ini, gejala-gejala PMS yang banyak dialami belum sepenuhnya mampu dijelaskan secara ilmiah. Gejala lainnya yang banyak terjadi antara lain: nafsu makan yang meningkat serta nyeri punggung atau nyeri seluruh tubuh.

Apa yang menyebabkan Premenstrual syndrome?

Meskipun jinak dan tidak berbahaya ini mungkin debilitate seorang wanita dan menghambat beraktivitas hidup sehari-hari. Yang tepat penyebab PMS belum diidentifikasi. Ada banyak teori yang menjelaskan penyebab PMS. Beberapa ini termasuk gangguan hormon, perubahan-perubahan kimia di otak dan sebagainya.

Gangguan hormon

Telah ditunjukkan bahwa wanita dengan PMS sering bereaksi berbeda terhadap fluktuasi hormon wanita yang terjadi selama siklus haid. Peneliti berspekulasi bahwa berlebihan estrogen, progesteron kekurangan, peningkatan prolaktin, aldosterone peningkatan bisa berhubungan dengan gejala PMS.

Perubahan-perubahan kimia di otak

Bahan kimia tertentu di otak dapat juga memainkan peran dalam PMS. Ini termasuk kimia Rasul otak yang disebut serotonin. Kimia ini berfluktuasi selama siklus menstruasi. Kimia ini mengatur suasana hati dan orang-orang dengan gangguan serotonin dapat mengembangkan gangguan suasana hati dan depresi yang terkait dengan PMS. Serotonin rendah juga mengarah pada kelelahan, mengidam makanan dan kesulitan tidur.
Diet dan Sindrom pramenstruasi. Diet yang kaya akan garam, kafein, alkohol atau lemak juga dapat memperburuk gejala PMS. Garam berlebihan dalam diet juga menyebabkan retensi cairan.Rendah tingkat vitamin (seperti vitamin B6) dan mineral tertentu dianggap mempengaruhi PMS juga.

Penyebab lain dari Sindrom pramenstruasi


Penyebab lain dari PMS meliputi:

  • Latar belakang sosial, budaya tampaknya juga memainkan peran dalam risiko PMS.
  • Perempuan dengan sejarah keluarga kondisi, atau dengan tertentu biologis atau psikologis faktor-faktor
  • Sekitar 75-80% perempuan selama bertahun-tahun melahirkan anak mereka menderita dari PMS.
  • Wanita dengan sejarah keluarga depresi atau orang-orang dengan sejarah sebelumnya depresi setelah melahirkan disebut pasca-melahirkan depresi atau kelainan suasana hati.
  • Orang-orang dengan berat PMS juga mungkin memiliki gangguan kejiwaan yang disebut premenstrual dysphoric gangguan.
  • Stres emosional yang berlebihan, kecemasan dll dapat mengakibatkan diperparah gejala PMS.

Aritmia

Apa sih aritmia??

Aritmia merupakan masalah pada jantung yang terjadi ketika organ tersebut berdetak terlalu cepat, terlalu lambat, atau tidak teratur. Hal ini disebabkan oleh impuls elektrik yang berfungsi mengatur detak jantung tidak bekerja dengan baik.

Ada empat jenis aritmia yang tergolong umum terjadi, di antaranya:
  • Bradikardia, yaitu suatu kondisi ketika jantung berdetak lebih lambat atau tidak teratur.
  • Takikardia supraventrikular, yaitu suatu kondisi ketika jantung berdenyut cepat secara tidak normal.
  • Fibrilasi atrium, yaitu suatu kondisi yang terjadi ketika detak jantung menjadi tidak teratur dan tingkat kontraksi organ tersebut sangat tinggi.
  • Fibrilasi ventrikel, yaitu suatu jenis aritmia yang dapat menyebabkan penderitanya kehilangan kesadaran atau kematian mendadak akibat detak jantung yang cepat dan tidak teratur.
Akibat detak jantung yang menjadi terlalu lambat, terlalu cepat, atau tidak teratur, penderita aritmia dapat mengalami gejala seperti berikut ini:
  • Lelah
  • Pusing
  • Sesak napas
  • Nyeri dada
  • Hampir pingsan atau bahkan pingsan
Segera temui dokter jika Anda tiba-tiba atau sering merasakan gejala-gejala seperti itu. Hal ini dimaksudkan agar dokter dapat mendiagnosis jenis artimia Anda secara cepat dan memberikan pengobatan yang tepat. Diagnosis juga sangat penting dilakukan untuk memastikan Anda tidak menderita jenis aritmia yang mematikan, seperti fibrilasi ventrikel.
Seseorang yang terserang gejala aritmia fibrilasi ventrikel dapat pingsan dalam waktu yang sangat cepat, atau bahkan kehilangan denyut dan tidak bernapas. Hal ini terjadi akibat tekanan darah merosot dan pasokan darah ke organ vital seperti otak, terhenti karena ketidakmampuan jantung memompa darah.
Jika secara kebetulan Anda mendapati seorang penderita aritmia mengalami hal tersebut, segera bawa ke rumah sakit terdekat atau hubungi ambulans. Jika Anda terlatih melakukan napas buatan atau CPR, lakukan metode tersebut sambil menunggu bantuan datang agar peluang hidup penderita tetap besar.

Penyebab aritmia

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan seseorang mengalami aritmia, di antaranya:
  • Stres
  • Polusi udara
  • Merokok
  • Penggunaan narkoba
  • Sengatan listrik
  • Efek samping obat-obatan
  • Terlalu banyak mengonsumsi kafein atau alkohol
  • Menderita gangguan kelenjar tiroid
  • Menderita diabetes
  • Menderita hipertensi atau tekanan darah tinggi
  • Terkena atau pernah kena serangan jantung
  • Menderita penyakit jantung koroner
  • Mengalami perubahan pada struktur jantung
Diagnosis aritmia

Beberapa jenis metode diagnosis yang biasa dilakukan untuk penyakit aritmia adalah:
  • Ekokardiogram. Pemeriksaan yang bertujuan mengevaluasi katup dan otot jantung untuk mendeteksi penyebab aritmia ini dilakukan dengan bantuan gelombang ultrasound.
  • Elektrokardiogram (EKG). Metode diagnosis ini bertujuan merekam aktivitas elektrik di dalam jantung dengan bantuan sejumlah alat yang disebut elektroda.
  • Tes latihan tekanan. Metode diagnosis ini dipadukan dengan elektrokardiogram. Di dalam tes tekanan, pasien akan diminta untuk melakukan latihan fisik, seperti mengayuh sepeda statis atau berjalan di atas treadmill. Kemudian tekanan darah dan denyut jantung pasien diteliti melalui monitor. Melalui tes tekanan ini, dokter dapat melihat seberapa jauh tingkat keteraturan irama jantung sebelum berubah oleh pengaruh aktivitas fisik tadi.
  • Monitor Holter. Tujuan pemeriksaan ini serta cara kerja alat yang dipakai sebenarnya serupa dengan elektrokardiogram. Namun bedanya alat yang bernama monitor Holter ini bisa dibawa pasien pulang agar dapat merekam aktivitas jantungnya selama dia melakukan rutinitas tiap hari.
  • Studi elektrofisiologi. Melalui metode ini, lokasi airtmia dan penyebabnya dapat diketahui dengan menggunakan teknik pemetaan penyebaran impuls listrik di dalam jantung. Dalam melakukan pemetaan, dokter akan memasukkan sebuah kateter yang dilengkapi elektroda ke beberapa pembuluh darah di dalam jantung. Selain untuk melihat lokasi dan penyebab aritmia, studi elektrofisiologi juga bisa digunakan serupa seperti metode tes tekanan. Caranya adalah dengan merangsang jantung berkontraksi pada tingkat yang dapat memicu perubahan detak dengan menggunakan elektroda tersebut.
  • Kateterisasi jantung. Metode ini menggunakan alat serupa studi elektrofisiologi, yaitu kateter. Namun pada kateterisasi jantung, pemeriksaan dilakukan dengan bantuan zat pewarna khusus dan X-ray guna mengetahui kondisi bilik, koroner, katup, serta pembuluh darah jantung.
Sebenarnya pada beberapa kasus, dokter dapat dengan mudah mendiagnosis aritmia melalui pemeriksaan denyut jantung biasa. Namun ada beberapa kondisi selain aritmia yang juga memiliki gejala yang sama. Karena itu untuk lebih memastikan pasien menderita aritmia serta penyebabnya, tes-tes yang lebih detil dilakukan. Diagnosis yang tepat juga akan membantu dokter memberikan pengobatan yang tepat.

Pengobatan aritmia

Ada sebagian pasien aritmia yang tidak membutuhkan pengobatan. Pengobatan biasanya diberikan dokter jika melihat gejala aritmia pasien berpotensi menjadi lebih buruk atau menyebabkan komplikasi. Jenis penanganan yang diberikan adalah:
  • Obat-obatan, misalnya seperti obat-obatan penghambat beta yang dapat menjaga denyut jantung agar tetap normal. Selain itu ada juga obat-obatan antikoagulan yang menurunkan risiko terjadinya penggumpalan darah dan stroke. Contoh obat antikoagulan adalah aspirin, warfarin, rivaroxaban, dan
  • Alat picu jantung dan implantable cardioverter defibrillator (ICD). Tujuan pemasangan alat ini adalah untuk menjaga detak jantung tetap normal pada kasus-kasus aritmia tertentu. Alat ini akan dipasang dokter di bawah kulit dada bagian atas. Ketika alat ini mendeteksi adanya perubahan ritme jantung, alat ini akan mengirim sengatan listrik pendek ke jantung guna menghentikan ritme yang tidak normal tersebut dan membuatnya kembali normal.
  • Kardioversi. Metode ini mungkin akan ditempuh oleh dokter jika suatu kasus aritmia tidak bisa ditangani oleh obat-obatan. Melalui metode kardioversi elektrik, dokter akan memberikan kejutan listrik pada dada Anda untuk mengembalikan denyut jantung normal. Tentu saja metode ini dilakukan dengan pemberian anestesi terlebih dahulu. Kardioversi elektrik biasanya diberikan pada kasus aritmia fibrilasi atrium dan takikardia supraventrikular.
  • Metode ablasi. Metode ini biasanya dipakai untuk mengobati aritmia yang letak penyebabnya sudah diketahui pasti. Melalui metode ablasi, dokter akan memasukkan sebuah kateter dengan panduan X-ray melalui pembuluh darah di kaki. Ketika kateter berhasil menemukan sumber gangguan ritme jantung, maka alat kecil itu akan merusak bagian kecil jaringan jantung tersebut.
Pencegahan aritmia

Aritmia merupakan masalah jantung yang dapat dicegah melalui langkah-langkah berikut ini:
  • Menghindari atau mengurangi stres.
  • Mengonsumsi makanan sehat.
  • Menjaga berat badan sehat.
  • Tidak sembarangan mengonsumsi obat tanpa petunjuk obat dari dokter, terutama obat batuk dan pilek yang mengandung zat stimulan pemicu jantung berdetak cepat.
  • Membatasi konsumsi minuman keras dan berkafein.
  • Tidak merokok.
  • Berolahraga secara teratur.
Komplikasi aritmia

Komplikasi terjadi jika aritmia membuat jantung tidak mampu memompa darah secara efektif. Jika aritmia tidak segera ditangani atau tidak mendapat penanganan yang tepat, maka dalam jangka panjang dapat mengarah kepada:
  • Gagal jantung
  • Stroke
  • Kematian

Attention Deficit Hyperactivity Disorder

Apa itu attention deficit hyperactivity disorder atau ADHD?

ADHD adalah gangguan jangka panjang yang menyerang jutaan anak dengan gejala-gejala yang dapat berlangsung hingga dewasa. Siapa saja memiliki kemungkinan untuk menderita ADHD, tapi kondisi ini umumnya dialami oleh orang-orang dengan gangguan belajar.

Beberapa gejala dalam perilaku yang dialami penderita ADHD meliputi sulit konsentrasi serta munculnya perilaku hiperaktif dan impulsif. Gejala-gejala ADHD umumnya terlihat sejak usia dini dan cenderung makin jelas ketika terjadi perubahan pada situasi di sekitar sang anak, misalnya mulai belajar di sekolah. Sebagian besar kasus ADHD terdeteksi pada usia 6-12 tahun. Anak-anak dengan ADHD cenderung rendah diri, sulit berteman, serta memiliki prestasi yang kurang memadai. ADHD cenderung lebih sering terjadi dan mudah terdeteksi pada laki-laki daripada perempuan. Contohnya anak laki-laki umumnya memiliki perilaku yang lebih hiperaktif sementara anak perempuan cenderung lebih diam, tapi sulit berkonsentrasi.

Diagnosis ADHD

Tidak semua anak yang sulit konsentrasi dan hiperaktif pasti menderita ADHD. Anak-anak yang sehat umumnya sangat aktif dan sering membuat orang tuanya kewalahan. Remaja juga demikian. Walau terlihat seperti tidak mendengarkan pembicaraan, berperilaku impulsif, serta perhatian mereka cenderung mudah teralihkan, mereka belum tentu mengidap ADHD. Oleh sebab itu, diagnosis ADHD membutuhkan kerja sama dari berbagai pihak. Sejumlah pemeriksaan fisik serta psikologis dari dokter anak dan ahli psikiatri akan dijalani. Selain keluarga, pihak sekolah khususnya guru juga sebaiknya terlibat dalam proses ini. Sedangkan proses diagnosis pada penderita ADHD dewasa tergolong sulit. Diagnosis ADHD biasanya hanya bisa dipastikan jika penderita sudah mengalami gejala-gejala ADHD sejak masa kanak-kanak. Dokter dan ahli psikiatri juga akan melibatkan keluarga (khususnya orang tua), guru, serta kenalan pasien untuk menanyakan perilaku pasien saat masih anak-anak. Menurut para ahli, pasien tidak dianggap menderita ADHD jika gejala-gejala tersebut tidak dialaminya sejak masa kanak-kanak.

Gejala ADHD

Gejala-gejala ADHD umumnya terlihat sejak usia dini, yaitu sebelum usia enam tahun dan cenderung makin jelas ketika terjadi perubahan pada situasi di sekitar sang anak, misalnya mulai belajar di sekolah. Sebagian besar kasus ADHD terdeteksi pada usia 6-12 tahun dengan gejala yang meliputi:
  • Sulit berkonsentrasi.
  • Sulit mematuhi instruksi.
  • Cenderung terlihat tidak mendengarkan.
  • Mudah merasa bosan.
  • Tidak bisa diam atau gelisah.
  • Tidak sabar.
  • Sering lupa dan kehilangan barang, misalnya alat tulis.
  • Kesulitan dalam mengatur.
  • Sering tidak menyelesaikan tugas yang diberikan dan beralih-alih tugas.
  • Selalu bergerak atau sangat aktif secara fisik.
  • Bertindak tanpa berpikir panjang.
  • Kurang memahami bahaya atau konsekuensi buruk.
  • Sering memotong pembicaraan orang lain.
Berbeda dengan gejala-gejala ADHD pada anak-anak dan remaja yang mudah dikenali, gejala ADHD pada orang dewasa termasuk sulit dideteksi. Para pakar menduga bahwa gejala ADHD yang dialami seseorang saat dewasa berawal dari masa kanak-kanak. Gejala-gejala ADHD yang umumnya dialami anak-anak dan remaja di atas juga terkadang dialami oleh penderita dewasa, tapi dengan intensitas yang berbeda. Perilaku hiperaktif biasanya akan berkurang, sementara gejala sulit konsentrasi cenderung bertambah parah seiring meningkatnya tekanan hidup. Penderita ADHD dewasa umumnya akan mengalami masalah dalam pendidikan maupun pekerjaan, misalnya karena kemampuan organisasi yang buruk atau tidak bisa menentukan prioritas. Kehidupan dan hubungan sosialnya juga bisa terhambat, contohnya sulit memiliki teman atau pasangan. ADHD tidak akan memicu gangguan psikologis atau perkembangan lain. Tetapi kondisi ini biasanya dapat dialami bersamaan dengan beberapa gangguan lain seperti depresi, gangguan bipolar, serta gangguan obsesif kompulsif atau OCD. Jika menduga anak Anda mengalami sebagian besar gejala ADHD, sebaiknya segera membawanya ke dokter. Serangkaian pemeriksaan fisik serta psikologis akan dilakukan guna mendiagnosis jenis gangguan serta mengevaluasi pemicunya.

Penyebab ADHD

Penyebab ADHD belum bisa diketahui dengan pasti. Tetapi sejumlah penelitian menunjukkan bahwa risiko seseorang untuk menderita kondisi ini dapat disebabkan oleh kombinasi dari beberapa faktor.
  • Faktor keturunan. Memiliki ibu, ayah, atau saudara dengan kondisi yang sama atau gangguan mental lain.
  • Kelahiran prematur.
  • Kelainan pada struktur atau fungsi otak.
  • Kerusakan otak yang terjadi dalam kandungan atau usia dini.
  • Ibu yang menggunakan obat-obatan terlarang, mengonsumsi minuman keras, serta merokok selama masa kehamilan.
  • Ibu yang terpajan racun dari lingkungan sekitar, misalnya senyawa bifenil poliklorin (PCB).
  • Pajanan racun dari lingkungan sekitar pada masa anak-anak, misalnya timah yang terdapat dalam cat.

Faktor Risiko dalam ADHD

Penyebab ADHD belum diketahui dengan pasti. Tetapi sejumlah penelitian menunjukkan bahwa ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi tingkat risiko seseorang. Faktor-faktor risiko tersebut antara lain faktor keturunan, pengaruh kelainan pada sistem saraf pusat, serta pengaruh kelahiran prematur.

Penanganan ADHD

Meski tidak bisa disembuhkan sepenuhnya, ada beberapa jenis obat serta terapi untuk ADHD yang dapat dipilih. Langkah-langkah penanganan ini dilakukan guna meringankan gejala sehingga penderita dapat menikmati hidup yang normal dan lebih berkualitas. Meski demikian, tidak ada jalan pintas untuk menangani ADHD. Dibutuhkan komitmen waktu, emosi, serta finansial untuk menemukan kombinasi metode penanganan ADHD yang tepat dan cocok untuk Anda atau anak Anda.

Penanganan dengan Obat-obatan

Meski tidak bisa menyembuhkan, obat-obatan dapat mengurangi gejala-gejala ADHD. Terdapat empat jenis obat yang biasa digunakan, yaitu methylphenidate, dexamfetamine, lisdexamfetamine, dan atomoxetine. Methylphenidate, dexamfetamine, dan lisdexamfetamine termasuk dalam golongan obat stimulan. Obat-obatan ini akan memicu peningkatan aktivitas otak, terutama pada bagian yang mengendalikan kemampuan konsentrasi dan perilaku. Efek obat-obat ini adalah penderita menjadi lebih tenang, kurang impulsif, dan bisa fokus. Methylphenidate umumnya digunakan untuk remaja dan anak-anak di atas enam tahun. Jika pasien tidak cocok dengan obat ini, dokter akan menggantinya dengan dexamfetamine. Sementara dexamfetamine dianjurkan untuk anak-anak di atas usia tiga tahun. Jika obat jenis stimulan tidak cocok untuk pasien, misalnya karena alasan kesehatan tertentu, dokter biasanya akan memberikan atomoxetine. Obat ini termasuk jenis selective noradrenaline reuptake inhibitor (SNRI). SNRI akan meningkatkan kadar senyawa noradrenalin dalam otak sehingga dapat membantu daya konsentrasi dan mengendalikan impuls. Atomoxetine bisa diresepkan untuk remaja dan anak-anak di atas enam tahun. Semua obat pasti memiliki efek samping, termasuk obat-obatan untuk ADHD. Beberapa efek samping yang umum terjadi saat menggunakannya adalah sakit kepala, tidak nafsu makan, dan gangguan pencernaan. Tetapi pengguna atomoxetine harus lebih waspada karena obat ini juga diduga dapat memicu efek samping yang lebih serius, yaitu memicu keinginan bunuh diri serta kerusakan hati. Pasien yang sudah menjalani langkah penanganan sebaiknya memeriksakan diri secara rutin ke dokter sampai gejala-gejala ADHD berkurang secara signifikan. Setelah kondisinya membaik pun, pasien tetap dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan secara berkala.

Penanganan Melalui Terapi

Selain obat, penanganan ADHD dapat dilengkapi dengan terapi. Metode ini juga berguna untuk menangani gangguan-gangguan lain yang mungkin menyertai ADHD, misalnya depresi. Jenis-jenis terapi yang dapat menjadi pilihan meliputi:
  • Terapi perilaku kognitif atau CBT (cognitive behavioural therapy). Terapi ini akan membantu penderita ADHD untuk mengubah pola pikir dan perilaku saat menghadapi masalah atau situasi tertentu.
  • Terapi psikologi. Penderita ADHD akan diajak untuk berbagi cerita dalam terapi ini, misalnya kesulitan mereka dalam mengatasi gejala-gejala ADHD dan mencari cara untuk mengatasi gejala.
  • Pelatihan interaksi sosial. Jenis terapi ini dapat membantu penderita ADHD untuk memahami perilaku sosial yang layak dalam situasi tertentu.
Orang-orang yang dekat dengan penderita ADHD seperti orang tua, saudara, serta guru juga membutuhkan pengetahuan serta bantuan agar dapat membimbing para penderita. Berikut ini beberapa jenis terapi dan pelatihan yang mungkin dapat berguna.
  • Terapi perilaku. Dalam terapi ini, orang tua serta perawat penderita ADHD akan dilatih untuk menyusun strategi guna membantu si penderita dalam berperilaku sehari-hari dan mengatasi situasi yang sulit. Misalnya dengan menerapkan sistem pujian untuk menyemangati pasien.
  • Program pelatihan dan pengajaran untuk orang tua. Selain membantu orang tua untuk lebih memahami perilaku penderita ADHD, langkah ini juga dapat memberikan gambaran tentang bimbingan spesifik yang dibutuhkan penderita.
ADHD memang tidak bisa disembuhkan, tapi diagnosis dan penanganan yang tepat sejak dini dapat membantu penderita dalam beradaptasi dengan kondisi dirinya.