Thalasemia adalah
penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah
mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari).
Akibatnya penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya
pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang,
dan infeksi berulang.
Thalasemia terjadi
akibat ketidakmampuan sumsum tulang membentuk protein yang dibutuhkan
untuk memproduksi hemoglobin sebagaimana mestinya. Hemoglobin merupakan
protein kaya zat besi yang berada di dalam sel darah merah dan berfungsi
sangat penting untuk mengangkut oksigen dari paru-paru keseluruh bagian
tubuh yang membutuhkannya sebagai energi. Apabila produksi hemoglobin
berkurang atau tidak ada, maka pasokan energi yang dibutuhkan untuk
menjalankan fungsi tubuh tidak dapat terpenuhi, sehingga fungsi tubuh
pun terganggu dan tidak mampu lagi menjalankan aktivitasnya secara
normal.Thalasemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan
akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai
asam amino yang membentuk hemoglobin.
Thalasemia adalah penyakit yang sifatnya diturunkan. Penyakit ini, merupakan penyakit kelainan pembentukan sel darah merah.
Ketidakseimbangan dalam
rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam
pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang
diturunkan. Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus memiliki 2
gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1gen yang diturunkan, maka
orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak menunjukkan
gejala-gejala dari penyakit ini.
Thalasemia digolongkan bedasarkan rantai asam amino yang terkena 2 jenis yang utama adalah :
1. Alfa – Thalasemia
(melibatkan rantai alfa) Alfa – Thalasemia paling sering ditemukan pada
orang kulit hitam (25% minimal membawa 1 gen).
2. Beta – Thalasemia (melibatkan rantai beta) Beta – Thalasemia pada orang di daerah Mediterania dan Asia Tenggara.
Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu :
1. Thalasemia Mayor, karena sifat sifat gen dominan.
Thalasemia mayor merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah.
Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan
anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak dan
umurnya pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan
transfusi darah untuk memperpanjang hidupnya
Penderita thalasemia
mayor akan tampak normal saat lahir, namun di usia 3-18 bulan akan
mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul
gejala lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies cooley.
Facies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang hidung
masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang
bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin.
Penderita thalasemia
mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya,
penderita thalasemia mayor harus menjalani transfusi darah dan
pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita
thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan.
Seberapa sering
transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung dari berat
ringannya penyakit. Semakin berat penyakitnya, kian sering pula si
penderita harus menjalani transfusi darah.
2. Thalasemia Minor
Individu hanya
membawa gen penyakit thalasemia, namun individu hidup
normal,tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia
minor tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia minor
juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menerita
thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit
thalasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi
anemia, lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia
minor sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup
penderitanya, tapi tidak memerlukan transfusi darah di sepanjang
hidupnya
Semua thalasemia
memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi. Sebagian
besar penderita mengalami anemia yang ringan. Pada bentuk yang lebih
berat, misalnya beta-thalasemia mayor, bisa terjadi sakit kuning
(jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus, borok), batu empedu dan
pembesaran limpa.
Sumsum tulang yang
terlalu aktif bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang, terutama
tulang kepala dan wajah.Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan mudah
patah. Anak-anak yang menderita thalasemia akan tumbuh lebih lambat
dan mencapai masa pubertas lebih lambat dibandingkan anak lainnya
yang normal.
Karena penyerapan zat
besi meningkat dan seringnya menjalani transfusi, maka kelebihan zat
besi bisa terkumpul dan mengendap dalam otot jantung, yang pada akhirnya
bisa menyebabkan gagal jantung.
Oleh karena itu, untuk
memastikan seseorang mengalami thalasemia atau tidak, dilakukan dengan
pemeriksaan darah. Gejala thalasemia dapat dilihat pada banak usia 3
bulan hingga 18 bulan.Bila tidak dirawat dengan baik, anak-anak
penderita thalasemia mayor ini hidup hingga 8 tahun saja
Satu-satunya perawatan
dengan tranfusi darah seumur hidup. jika tidak diberikan tranfusi darah,
penderita akan lemas, lalu meninggal.
Thalasemia lebih sulit didiagnosis dibandingkan penyakit hemoglobin lainnya.
Hitung jenis darah komplit menunjukkan adanya anemia dan rendahnya MCV (mean corpuscular volume).
Elektroforesa bisa
membantu, tetapi tidak pasti, terutama untuk alfa-thalasemia. Karena
itu diagnosis biasanya berdasarkan kepada pola herediter dan
pemeriksaan hemoglobin khusus.
Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian tambahan asam folat
Penderita yang
menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat besi dan
obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi
yang berlebihan bisa menyebabkan keracunan.
Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam tahap penelitian.
Pada keluarga dengan
riwayat thalasemia perlu dilakukan penyuluhan genetik untuk
menentukan resiko memiliki anak yang menderita thalasemia.
Pengidap thalasemia
yang mendapat pengobatan secara baik dapat menjalankan hidup layaknya
orang normal di tengah masyarakat. Sementara zat besi yang menumpuk di
dalam tubuh bisa dikeluarkan dengan bantuan obat, melalui urine.
Penyakit thalasemia
dapat dideteksi sejak bayi masih di dalam kandungan, jika suami atau
istri merupakan pembawa sifat (carrier) thalasemia, maka anak mereka
memiliki kemungkinan sebesar 25 persen untuk menderita thalasemia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar