Apa sih Dislipidemia itu?
Definisi
Dislipidemia
adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan
maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Dislipidemia mengacu pada
kondisi di mana terjadi abnormalitas profil lipid dalam plasma.
Beberapa
kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol
total, kolesterol LDL, trigliserida (TG), serta penurunan kolesterol
HDL. Berbagai perubahan profil lipid tersebut saling terkait satu dengan
lain sehingga tidak dapat dibicarakan sendiri-sendiri.
Dislipidemia merupakan salah satu faktor risiko utama aterosklerosis dan
penyakit jantung koroner. Dislipidemia adalah salah satu komponen
dalam trias sindrom metabolik selain diabetes dan hipertensi.
Aspek Biokimia Lipid
Lipid merupakan substansi yang bersifat
hidrofobik. Artinya, dalam keadaan normal tanpa molekul pengikat, lipid
tidak dapat larut dalam plasma darah. Agar lipid dapat larut dalam
darah, lipid berikatan dengan apolipoprotein membentuk lipoprotein.
Pemahaman tentang apolipoprotein dan lipoprotein penting karena berperan
dalam patofisiologi tipe-tipe dislipidemia tertentu.
PERAN DIET DIDALAM PENANGANAN DISLIPIDEMIA
Berikut aspek diet yang perlu diperhatikan dalam menangani dislipidemia, menurut Konsensus Dislipidemia Indonesia
1. Gizi Seimbang
Diet terapeutik apapun harus
memadai dalam keseimbangan zat-zat gizi/diet seimbang sesuai dengan
nilai kecukupan yang dianjurkan. Pada pelaksanaannya harus terdiri dari
bermacam-macam makanan dari semua kelompok makanan dengan mengacu pada
slogan "4 sehat 5 sempurna".
2. Lemak Total
Lemak
total pada Diet Tahap I dan Diet Tahap II sebaiknya < 30% kalori
total. Pengurangan lemak total mempermudah pengurangan lemak jenuh dan
mungkin membantu penurunan berat badan pada pasien dengan obesitas.
Asupan lemak total saat ini di Amerika Serikat rata-rata adalah 36-37%
dari seluruh kalori, sedangkan di Indonesia rata-rata hanya 18% dari
seluruh kalori. Pada ekonomi golongan menengah dan atas di Indonesia
asupan lemak kira-kira 35 % dari total kalori. Oleh karena itu, asupan
lemak harus dikurangi sekitar seperlimanya untuk mencapai sasaran
tersebut di atas.
Pengurangan asupan lemak
total dapat dicapai dengan 2 cara. Cara pertama, karbohidrat kompleks
dapat menjadi substitusi isokalori lemak, khususnya lemak jenuh.
Penggantian ini akan membantu penurunan kadar kol-LDL. Cara yang kedua,
lemak yang tinggi asam lemak jenuh dapat dihilangkan dari diet tanpa
penggantian kalori pada perorangan dengan berat badan lebih.
3. Lemak Jenuh
Lemak
jenuh terdiri dari 3 asam lemak utama yang dapat meningkatkan
kolesterol, yang mempunyai panjang rantai karbon 12 (asam laurat), 14
(asam miristat) dan 16 (asam palmitat). Makanan yang kaya ketiga asam
lemak jenuh ini adalah target utama yang harus dikurangi. Efek dominan
lemak jenuh adalah meningkatkan kadar kol-LDL. Untuk Indonesia, termasuk
di antaranya adalah lemak mentega (terdapat pada mentega, susu, krim,
es krim dan keju) dan lemak sapi, babi, kambing dan unggas. Sisanya
adalah dari produk nabati. Hidrogenasi (penambahan atom hidrogen) adalah
suatu proses mengubah minyak nabati menjadi lemak yang lebih padat,
mengubah asam lemak tak jenuh menjadi asam lemak trans. Pasien dengan
kadar kolesterol yang tinggi sebaiknya membatasi asupan makanan yang
tinggi asam lemak trans, misalnya shortening yang dihidrogenasi,
beberapa jenis margarin, dan makanan yang mengandung lemak ini. Namun
demikian, margarin lunak atau cair umumnya mempunyai kandungan asam
lemak trans yang lebih rendah dibanding jenis yang padat, bahkan
margarin mempunyai potensi yang lebih rendah untuk meningkatkan
kolesterol dibanding mentega. Margarin lunak masih menjadi pilihan yang
lebih baik untuk olesan dan memasak dibanding mentega. Konsumsi santan
yang kental juga harus dihindari.
4. Lemak Tidak Jenuh Rantai Tunggal
Pada
kedua tahap diet terapeutik, lemak tak jenuh rantai tunggal, terutama
asam oleat, dapat mencapai 15% kalori total. Asam oleat adalah asam
lemak utama yang terdapat pada kacang tanah, minyak zaitun, minyak
canofa. Selama bertahun-tahun, asam oleat dianggap netral terhadap
kolesterol total, tidak meningkatkan maupun menurunkan kadar kolesterol.
Narnun demikian bukti terbaru menunjukkan bahwa asam oleat dapat
menyebabkan penurunan kadar kol-LDL hampir sebesar asam linoleat yang
tidak jenuh dan berantai ganda jika salah satunya menggantikan lemak
jenuh dalam diet.
5. Lemak Tidak Jenuh Rantai Ganda
Ada
dua kelompok utama lemak tak jenuh rantai ganda, yang biasa disebut
asam lemak omega-6 dan omega-3. Asam lemak omega-6 utama adalah asam
linoleat. Substitusi lemak jenuh tinggi dengan makanan kaya asam
linoleat menghasilkan penurunan kadar kol-LDL. Beberapa minyak nabati
kaya akan asam linoleat, misalnya minyak kedelai, minyak jagung, minyak
safflower dan biji bunga matahari. Minyak ini, sebagaimana yang tinggi
asam lemak tak jenuh tunggal, mempunyai densitas kalori yang tinggi
sehingga dapat menaikkan asupan kalori dan menaikkan berat badan. lkan
dan kerang adalah sumber utama asam lemak omega-3. Asam lemak utama pada
kelompok ini adalah asam eikosapentaenoat (EPA) dan asam
dokosaheksaenoat (DHA). Keduanya mempunyai efek yang kecil terhadap
kadar kol- LDL pada pasien dengan kadar trigliserida normal. Beberapa
data epidemiologis menunjukkan bahwa konsumsi ikan jenis apa pun, yang
mengandung asam lemak omega-3, berhubungan dengan penurunan resiko PKV ;
belum jelas apakah hubungan nyata ini disebabkan oleh lemak ikan itu
sendiri atau faktor lain. Karena mengandung lemak jenuh yang rendah,
ikan baik sebagai sumber protein dalam diet.
6. Kolesterol
Konsumsi
kolesterol yang tinggi menyebabkan hiperkolesterolemia dan
aterosklerosis pada sejumlah besar hewan penelitian, termasuk primata
bukan manusia. Meskipun asupan tinggi kolesterol pada manusia tidak
selalu menyebabkan peningkatan secara nyata kadar kolesterol serum
seperti pada kelinci dan beberapa primata, studi epidemiologis
menunjukkan bahwa peningkatan asupan kolesterol meningkatkan rata-rata
kadar kolesterol serum pada suatu populasi. Namun demikian derajat
peningkatan bervariasi dari orang ke orang. Oleh karena itu, diet tinggi
kolesterol berperan dalam kenaikan kadar kol-LDL pada banyak pasien
resiko tinggi sehingga meningkatkan resiko PKV. Studi epidemiologis
selanjutnya menunjukkan bahwa peningkatan asupan kolesterol meningkatkan
resiko PKV melebihi efek peningkatan kadar kolesterol serum. Mekanisme
efek yang terakhir ini belum diketahui.
7. Protein
Asupan
protein pada Diet Tahap I dan Diet Tahap II rata-rata adalah 15% dari
kalori total. Pada beberapa hewan penelitian, protein nabati (contohnya
protein kedelai) menurunkan kadar kolesterol dibandingkan dengan protein
hewan; efek ini tidak ditemukan pada manusia dengan jumlah asupan
protein yang biasa.
8. Karbohidrat
Karbohidrat
sebaiknya merupakan penyumbang > 55% dari jumlah kalori total pada
Diet Tahap I dan Diet Tahap II, dan sebaiknya berupa karbohidrat
kompleks.
9. Keseimbangan kalori
Obesitas
yang merupakan akibat ketidakseimbangan asupan kalori tubuh sehari-hari
harus dicegah dalam penanganan dislipidemia. Keseimbangan positif
antara asupan kalori dan penggunaan energi sering rneningkatkan kadar
kolesterol pada fraksi VLDL dan LDL, meningkatkan trigliserida,
menurunkan kol-HDL dan meningkatkan tekanan darah. Penurunan berat badan
akan menurunkan kadar kolesterol total pada banyak orang, menurunkan
kol-LDL dan trigliserida, serta meningkatkan kadar kol-HDL.
10. Serat
Serat
makanan adalah polimer karbohidrat yang tak dapat dicerna. Satu jenis
serat dapat larut dalam air; jenis ini menambah massa feces
(tinja) dan membantu menormalkan fungsi kolon. Serat makanan yang tidak
larut misalnya bekatul tidak menurunkan kadar kolesterol serum, meskipun
memberikan manfaat yang lain bagi kesehatan. Serat yang larut dalam
air, misalnya pektin, beberapa jenis gum, dan psyllium seed husks,
mempunyai potensi menurunkan kolesterol. Asupan serat dalam menu
sehari-hari sebaiknya 20-30g/hari untuk orang dewasa. Rekomendasi ini
dibuat terutama untuk mencapai fungsi gastro-intestinal yang normal dan
mungkin memberikan manfaat yang lain bagi kesehatan. Sekitar 25% (6 g)
sebaiknya berupa serat yang dapat larut. Bahan makanan yang mengandung
banyak pektin adalah apel, kesemek dll. Perbanyak konsumsi sayuran dan
buah- buahan.
11. Alkohol
Alkohol
dapat mempengaruhi metabolisme lipoprotein melalui beberapa cara.
Alkohol dapat meningkatkan konsentrasi trigliserida serum dan juga
meningkatkan kadar kol-HDL. Alkohol tidak mempengaruhi konsentrasi
kol-LDL pada sebagian besar orang. Belum jelas apakah peningkatan
kol-HDL yang diinduksi oleh alkohol mempunyai efek proteksi terhadap
PKV. Karena ketidakjelasan tentang manfaat alkohol terhadap kadar HDL
dan karena efek samping serius yang sudah diketahui, asupan alkohol
tidak dapat direkomendasikan untuk pencegahan PKV.
12. Garam
Tekanan
darah berhubungan dengan asupan natrium. Banyak bukti ilmiah yang
menunjukkan bahwa pembatasan asupan garam dapur (natrium klorida) akan
menurunkan rata-rata tekanan darah dan mengurangi resiko PKV. Konsumsi
garam rata-rata di Amerika Serikat adalah 8-12 g/hari, di Indonesia
diperkirakan 11-15 g/hari meskipun asupannya sangat bervariasi. Asupan
ini jauh lebih besar dibanding kebutuhan natrium bagi kesehatan, yaitu
sebesar 500 mg/hari.
Percayakan pada produk GHT, untuk membantu menangani masalah dislipidemia anda.
Penyakit
kardiovaskuler (PKV) terutama Penyakit Jantung koroner merupakan
penyakit revalen dan menjadi pembunuh utama dinegara-negara industri. Di
Indonesia PKV pada survei Kesehatan Rumah Tangga Nasional (SKRT) 1972
menunjukkan PKV menduduki urutan ke-l1, 1986 menduduki muffin ke-3, dan
SKRT 1992 merupakan Penyebab kematian pertama untuk usia di atas 40
tahun
��
Dislipidemia merupakan faktor resiko yang utama
��
Perubahan gaya hidup masyarakat erat hubungannya dengan peningkatan kadar lipid
��
Bahwa penurunan kadar kolesterol sebesar 1 % akan menurunkan resiko PJK sebesar 2 %
��
Bahwa
upaya mengubah gaya hidup ( berhenti merokok, memelihara berat badan
idial, membatasi asupan makan yang mengandung kolesterol dan lemak jenuh
) akan menurunkan resiko PJK dan dapat menyebabkan perlambatan bahkan
regresi aterosklerosis.
��
Bahwa
pengendalian kadar lipid sampai batas yang dianjurkan harus merupakan
bagian integral dari pencegahan primer dan terapi penderita PKV.
��
Pedoman
ini diharap akan memberi kesamaan pandangan, dan dapat dijadikan
pegangan dalam penanggulangan masalah dislipidemia dimasyarakat sehingga
bermanfaat untuk pencegahan, penanggulangan penderita dan untuk
penelitian penyakit jantung koroner.
Definisi Dislipidemia
Dislipidemia
adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan
maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang
paling utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL,
kenaikan kadar trigliserida serta penurunan kadar HDL. Dalam proses
terjadinya aterosklerosis semuanya mempunyai peran yang penting dan
sangat kaitannya satu dengan yang lain, sehingga tidak mungkin
dibicarakan sendiri-sendiri. Ketiga-tiganya sekaligus dikenal sebagai
Triad Lipid.
Patogenesis Aterosklerosis dan Hipotesis Lemak
Aterosklerosis
adalah suatu bentuk ateriosklerosis yang terutama mengenai lapisan
intima dan umumnya terjadi di arteri muskuler ukuran besar dan sedang
serta merupakan kelainan yang mendasari penyakit jantung iskemik.
Lesi
aterosklerosis diklasifikaiskan alas 3 tahap secara morfologik: bercak
perlemakan, plak fibrosa, dan lesi terkomplikasi. Sebelum terjadinya
bercak perlemakan sudah ada gel-gel busa. Bercak perlemakan sudah bisa
ditemukan pada usia 10 tahun dan meningkat kekerapannya pada usia 30
tahun. Flak fibrosa adalah bentuk lesi yang khas untuk aterosklerosis
yang sudah berkembang. Lesi terkomplikasi adalah plak fibrosa yang sudah
mengalami perubahan oleh peningkatan nekrosis sel, perdarahan, deposit
kalsium atau diquamasi permukaan endotel diatasnya dan pembentukan
trombus. Lesi terkomplikasi dapat mengakibatkan gangguan aliran di lumen
pembuluh darah.
Faktor yang bertanggung jawab atas penumpukan lipid pada dinding pembuluh darah dan beberapa tiorial :
1. Adanya defek pada fungsi reseptor LDL di membran gel
2. Gangguan transpor lipoprotein transeluler (endositotoktik)
3. Gangguan degrasi oleh lisosom lipoprotein
4. Perubahan permeabilitas endotel
Tahap
awal yang penting pada aterogenesis adalah adanya partikel LDL yang ada
dalam sirkulasi terjebak di dalam intima. LDL ini mengalami oksidasi
atau perubahan lain dan kemudian dipindahkan oleh reseptor "Scavenger"
khusus pada makrofag dan gel -gel mural yang lain. Tidak ada
pengendalian umpan balik atas pembentukan reseptor
reseptor ini, dan ester-ester kolesterol kemudian
berakumulasi didalam gel sehingga membentuk gel busa. Set gel busa
membentuk bercak perlemakan yang bisa menyebabkan disrubsi pada
endotelium. Akhirnya faktor pertumbuhan mengakibatkan proliferasi gel
dan akhirnya lesi aterosklerosis yang lanjut. Hubungan antara Hipotesis
infiltrasi lipid dengan luka endotel pada perkembangan aterosklerosis
ada pada diagram ini.
DIAGRAM: Hubungan antara Hipotesis infiltrasi lipid dengan luka endotel
Kriteria Diagnostik dan Pemeriksaan Laboratorium Dislipidemia
Pedoman Klinis Kadar Lipid Sehubungan Dengan Resiko PKV
Angka
patokan kadar lipid yang memerlukan pengelolaan, penting dikaitkan
dengan terjadinya komplikasi kardiovaskuler. Dari berbagai penelitian
jangka panjang di negara-negara barat, yang dikaitkan dengan besarnya
resiko untuk terjadinya PKV, dikenal patokan kadar kolesterol total sbb :
a) Kadar yang diinginkan dan diharapkan masih aman (desirable) adalah < 200 mg/dl
b) Kadar yang sudah mulai meningkat dan harus diwaspadai untuk mulai dikendalikan (bordeline high) adalah 200-239 mg/dl
c) Kadar yang tinggi dan berbahaya bagi pasien (high) adalah > 240 mg/dl .
Untuk
trigliserida besamya pengaruh terhadap kemungkinan terjadinya
komplikasi kardiovaskuler belum disepakati benar. NECP (National
Cholesterol Education Program) tidak memesukkan kadar trigliserida dalam
anjuran pengelolaan lipid mereka. Sebaliknya kelompok kontinental
memasukkan juga faktor trigliserida dalam algoritma yang mereka
anjurkan, dilandasi oleh penelitian mereka di Eropa ( studi Procam dan
studi Paris ).
Di Indonesia data
epidemiologis mengenai lipid masih langka, apa lagi longitudinal yang
berkaitan dengan angka kesakitan atau angka kematian penyakit
kardiovaskuler.
Kadar plasma LDL tinggi Luka endotel
Infiltrasi LDL kedalam intima Perlekatan trombosit
LDL teroksidasi ditambah makrofag Pelepasan faktor
Pertumbuhan oleh
Trombositdll
Sel – sel busa Proliferasi sel
Lesilanjut
Bercak perlemakan
Tabel-l : Pedoman klinis untuk menghubungkan propillipid dengan resiko terjadinya PKV (Penyakit kardiovaskuler)
Diinginkan
mg/dl
|
Diwaspadai
mg/dl
|
Berbahaya
Mg/dl
|
Kolestorel total
|
<200
|
200-239
|
>240
|
Kolesterol LDL
|
-Tanpa PKV
|
<130
|
130-159
|
.160
|
- Dengan PKV
|
100
|
Kolesterol HDL
|
>45
|
36-44
|
<35
|
Triliserida
|
-Tanpa PKV
|
<200
|
200-399
|
>400
|
-dengan PKV
|
<150
|
-
|
-
|
Secara klinis digunakanlah kadar kolesterol total
sebagai tolak ukur, walupun berdasarkan patofisiologi, yang berperan
sebagai faktor resiko adalah kolesterol LDL.
Kadar kolesterol total dapat juga menggambarkan kadar kolesterol LDL ( tabel 2 )
Kolesterrol Total
|
Kolesterol LDL
|
240 mg/dl
|
160 mg/dl
|
200 mg/dl
|
120 mg/dl
|
160 mg/dl
|
100 mg/dl
|
Pada pasien IMA terjadi perubahan plasma lipid,
sehingga profil lipid perlu dianalisa dengan hati-hati apabila diperiksa
pada masa penyembuhan IMA . Kadar trigliserida menjadi nilainya lebih
tinggi 3 mingu dan kemudian kembali ke nilai semula 6 minggu pasca IMA,
sebaliknya nilai kolesterol total dan kol-LDL pasca IMA, dan kembali
mencapai kadar pra IMA dalam 8-12 minggu.
Pemeriksaan Laboratorium
Pada
pemeriksaan laboratorium memegang peranan penting dalam menegakkan
diagnosa. Parameter yang diperiksa: kadar kolesterol total, kolesterol
LDL, kolesterol HDL dan trigliserid.
a. Persiapan
•
Sebaiknya subjek dalam keadaan metabolik stabil, tidak ada perubahan
berat badan, pola makan, kebiasaan merokok, olahraga, minum kopi/alkohol
dalam 2 minggu terahir sebelum diperiksa, tidak ada sakit berat atau
operasi dalam 2 bulan terakhir.
• Tidak
mendapat obat yang mempengaruhi kadar lipid dalam 2 minggu terakhir.
Bila hal tersebut tidak memungkinkan, pemeriksaan tetap dilakukan
tetapi, dengan disertai catatan.
b. Pengambilan bahan pemeriksaan
•
Pengambilan bahan dilakukan setelah puasa 12-16 jam ( boleh minum air
putih) . Sebelum bahan diambil subyek duduk selama 5 menit
c. Analis
• Analis kolesterol total dan trigliserida dilakukan dengan metode ensimatik
•
Analis kolesterol HDL dan Kol-LDL dilakukan dengan metode presipitasi
dan ensimatik Kadar kolesterol LDL sebaiknya diukur secara langsung,
atau dapat juga dihitung menggunakan rumus Friedewaid kalau kadar
trigliserida < 400 mg/d, sbb:
Kadar kol. LDL = Kol.Total – kol..HDL – 1/5 trigliserida
Klasifikasi
1. klasifikasi fenotipik
a. klasifikasi EAS (European Atheroselerosis Society)
Peningkatan
|
Lipoprotein
|
Lipid Plasma
|
Hyperkolesterolemia
|
LDL
|
Kolesterol > 200 mg/dl
|
Disiplidemia campuran
(Kombinasi)
|
LDL
+
VLDL
|
Trigliserida > 200 mg/dl
+
Kolesterol > 240 mg/dl
|
Hipertrigliseridemia
|
VLDL
|
Trigliserida > 200 mg/dl
|
b. Klasifikasi NECP (National Cholesterol Education Program)
Kolesterol Total
|
LDL
|
"Ideal"
|
>
200 mg/dl |
< 200 mg/dl
|
Batas Tinggi
|
200-239 mg/dl
|
130-159 mg/dl
|
Tingg
|
<
240 mg/dl |
>
160 mg/dl |
c. Klasifikasi WHO ( World Health Organization)
Fredricson
|
Klasifikasi generik
|
Klasifikasi terapeutik
|
Peningkatan Lipoprotein
|
I
|
Dislipedemia eksogen
|
Hipertrigliseridemia
eksogen
|
Kilomikron
|
IIa
|
Hiperkolesterolemia
|
Hiperkolseterolemia
|
LDL
|
IIb
|
Disiplidemia Kombinasi
|
Hiperkolsetero
Endogen
+
Disiplidemia kombinasi
|
LDL +VLDL
|
III
|
Dislipedemia remnant
|
Hipertrigliseridemia
|
Partikel – partikel remnant(Beta VLDL)
|
IV
|
Dislipedemia Endogen
|
Endogen
|
VLDL
|
V
|
Dislipedemia campuran
|
Hipertrigliseridemia
endogen
|
VLDL+ Kilomikron
|
2. Klasifikasi Patogenik
a. Dislipidemia Primer
b. Dislipidemia Sekunder
Penilaian Faktor Resiko Menyeluruh
PKV
merupakan penyakit dengan etiologi multifaktorial sehingga semua faktor
resiko perlu dipertimbangkan dalam upaya pencegahan, baik primer maupun
sekunder. Faktor resiko tersebut ada yang bisa dimodifikasi seperti:
dislipidemia, hipertensi, merokok, obesitas dan diabetes melitus, serta
yang tidak hiss dimodifikasi seperti: usia jenis kelamin laki-laki,
riwayat keluarga serta riwayat PKV sebelumnya. Agar pencegahan dapat
lebih berhasil maka semua faktor resiko yang dapat dimodifikasi harus
dikendalikan secara serentak.
Sehubungan
dengan strategi pengelolaan dislipidemia berdasarkan agar kol. LDL
faktor resiko lain yang perlu diperhatikan meliputi
a) Faktor resiko positif
b) Faktor resiko negatif
Faktor Positif PKV
|
Faktor resiko Negatif
|
Umur Lk > 45 thn
Pr > 55 thn
Riwayat keluarga PKV
Merokok
Hipertensi
Diabetes Melitus
Kegemukan
Kol. HDL < 35 mg/dl
|
Kol. HDL > 60 mg/dl
|
Deteksi Dini dan Evaluasi
��
DM
��
Hipertensi
��
Merokok
��
• Atau atas permintaan sendiri.
Obesitas ( BMI > 27 kg/m)
Siapa yang sebaiknya diperiksa ?
Pemeriksaan
penyaring untuk profil lipid dilakukan pada semua orang dewasa berusia
diatas 30 tahun atas anjuran petugas kesehatan atau atas permintaan
sendiri. Pemeriksaan selektif harus dilakukan pada mereka yang beresiko
tinggi untuk terjadinya PKV yaitu:
• Bukti adanya PJK dan atau manifestasi aterosklerosis yang lain
• Riwayat keluarga PJK prematur
• Riwayat keluarga dengan dislipidemia
• Bukti adanya faktor resiko PJK yang lain
Pengelolaan Dislipidemia
I. Umum
Pilar
utama pengelolaan dislipidemia adalah upaya nonfarmakologist yang
meliputi modiflkasi diet, latihan jasmani serta pengelolaan berat badan.
Tujuan utama terapi diet disini adalah menurunkan resiko PKV dengan
mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol serta mengembalikan
kesimbangan kalori, sekaligus memperbaiki nutrisi. Perbaikan
keseimbangan kalori biasanya memerlukan peningkatan penggunaan energi
melalui kegiatan jasmani serta pembatasan asupan kalori
II. Upaya Non Farmakologist
Terapi diet
Terapi
diet dimulai dengan menilai pola makan pasien, mengidentifikasi makanan
yang mengandung banyak lemak jenuh dan kolesterol serta berapa sering
keduanya dimakan. Jika diperlukan ketepatan yang lebih tinggi untuk
menilai asupan gizi, perlu dilakukan penilaian yang lebih rinci, yang
biasanya membutuhkan bantuan ahli gizi.Penilaian pola makan penting
untuk menentukan apakah harus dimulai dengan diet tahap I atau langsung
ke diet tahap ke II. Hasil diet ini terhadap kolesterol serum dinilai
setelah 4-6 minggu dan kemudian setelah 3 bulan.
Tabel 4 : komposisi I – II
Tahap I
|
Tahap II
|
Karbohidrat (% kalori)
|
50-60
|
50 – 60
|
Protein (% kalori)
|
15-20
|
15 – 20
|
Lemak (% kalori)
|
< 30
|
< 30
|
Kolesterol mg/dl
|
< 300
|
< 200
|
Lemak Jenuh (% kalori)
|
< 10
|
< 7
|
Latihan jasmani
B. Usia > 30 tahun tanpa PJK namun mempunyai 2 faktor resiko atau lebih
Kol . Total > 200 mg/dl
+ LDL> 130 mg/dl atau HDL < 35 mg/dl atau TG > 200 mg/dl
Cari dan obati penyebab sekunder
Kol. Total > 200 mg/dl
+LDL > 130 mg/dl atau HDL < 35 mg/dl atau TG > 200 mg/dl
Terapi diet
Periksa ulang dalam 3 bulan
Kol. Total < 200 mg/dl Kol. Total > 200 mg/dl
Teruskan diet Berikan terapi farmakologi
Periksa ulang tiap tahun
Kalu LDL > 130 mg/dl atau
HDL<35mg/dlatau
TG > 200 mg/dl
C. Usia diatas 30 tahun tanpa PJK dan hanya ada satu faktor resiko atau kurang.
Kol . Total > 240 mg/dl
+ LDL> 130 mg/dl atau HDL < 35 mg/dl atau TG > 200 mg/dl
Cari dan obati penyebab sekunder
Kol. Total > 240 mg/dl
Terapi diet
Periksa ulang dalam 3 bulan
Kol. Total < 240 mg/dl Kol. Total tetap > 200 mg/dl
Teruskan diet Pertimbangkan terapi farmakologi
Kalau LDL > 130 mg/dl atau HDL <
35 mg/dl atau TG > 200 mg/dl
Kesimpulan
Penyakit
kardiovaskuler (PKV) merupakan penyakit yang paling prevalen dan
menjadi pembunuh utama dibanding dengan penyakit lainnya dinegara-negara
industri dan Indonesia.
Aterosklerosis
merupakan masalah yang paling rumit, bersifat multifaktorial, sehingga
menanggapinya harus secara holistik. Endotel merupakan titik temu bagian
darah yang aktif mengubah dan bagian dinding yang akan diubah, untuk
mengalami remodelling.
Secara teoritis banyak
hal yang dapat dikerjakan namun belum semua dapat praktis dilaksanakan,
dan hanya beberapa saja yang mungkin al: lipid-lowering drugs. Terbukti
dari data epidemiologist bahwa menurunkan lipid akan diikuti dengan
penurunan angka kesakitan maupun angka kematian kardiovaskuler.
Dari
beberapa penelitian diketahui bahwa latihan fisik dapat meningkatkan
kadar HDL dan Apo AI, menurunkan resistensi insulin, meningkatkan
sensitivitas dan meningkatkan keseragaman fisik, menurunkan trigliserida
dan LDL, dan menurunkan berat badan.
Setiap melakukan latihan jasmani perlu diikuti 3 tahap :
1) Pemanasan dengan peregangan selama 5-10 menit
2) Aerobik sampai denyut jantung sasaran yaitu 70-85 % dari denyut jantung maximal ( 220 - umur ) selama 20-30 menit .
3)
Pendinginan dengan menurunkan intensitas secara perlahan - lahan,
selama 5-10 menit. Frekwensi latihan sebaiknya 4-5 x/minggu dengan lama
latihan seperti
diutarakan diatas. Dapat juga dilakukan 2-3x/ minggu dengan lama latihan 45-60 menit dalam tahap aerobik.
III. Farmakologi
Bila
terapi Non Farmakologi tidak berhasil maka kita dapat memberikan
bermacam-macam obat normolipidemia tergantung dari jenis dislipidemia
yang kita dapat. Beberapa hal yang perlu kita pertimbangkan adalah
kemampuan dari pada obat obat tersebut dalam mempengaruhi KHDL,
Trigliserida, Fibrinogen, KLDL, dan juga diperhatikan pengaruh atau efek
samping dari pada obat-obat tersebut .
Saat ini didapat beberapa golongan obat :
1) Golongan resin ( sequestrants )
2) Asam nikotinat dan Acipimox
3) Golongan Statin (HMG-CoA Reductase Inhibitor)
4) Derivat Asam Fibrat
5) Probutol
6) Lain – lain
Langkah–langkah pengelolaan pada pasien dislipidemia dalam kaitannya dengan penyakit jantung koroner (PJK)
Siapa yang harus diobati?
A. Untuk penderita PJK
Cari dan terapi penyebab sekunder
Terapi diet
Pemeriksaan ulang dalam 3 bulan
Kol Total > 200 mg/dl
Atau LDL > 130 mg/dl
Kol . Total < 200 mg/dl dan LDL > 130 mg/dl
LDl < 130 mg/dl
Teruskan diet (sasaran terapi) tambahkan terapi
Periksa ulang dalam LDL < 130 mg/dl Farmakologik
6-12 bulan
• Hiperkolesterolemia poligenik
• Hiperkolesterolemia familial
• Dislipidemia remnant
• Hyperlipidemia kombinasi familial
• Sindroma Chylomicron
• Hypertrriglyceridemia familial
• Peningkatan Cholesterol HDL
• Peningkatan Apolipoprotein B
•
• Bahan yang diambil adalah serum.
Pengambilan bahan dilakukan dengan melakukan bendungan vena seminimal mungkin. Bahwa
apabila cara-cara nonfarmakologist sesuai yang dianjurkan berhasil
mengendalikan kadar lipid maka obat-obat pengendalian dislipidemia
mempunyai peranan yang bermakna. Meskipun informasi mengenai
dislipidemia sudah meluas namun masih banyak perbedaan pendapat dan
tindakan, al: nilai-nilai sasaran, parameter pemeriksaan, metode
pemeriksaan dan langkah-langkah pengobatan. Mengingat bahwa data
epidemiologis dan klinis yang memadai untuk Indonesia belum ada, perlu
disusun suatu pedoman mengenai deteksi, pencegahan dan penatalaksaan
dislipidemia, terutama dalam kaitannya dengan penyakit kardiovaskuler.
Etiologi
aterosklerosis adalah multifaktorial tetapi ada berbagai keadaan yang
erat kaitannya dengan aterosklerosis yaitu faktor genetik/riwayat
keluarga dan penyakit jantung koroner, stroke, penyakit pembuluh darah
perifer, usia, kelamin pria, kebiasaan merokok, dislipidemia,
hipertensi, obesitas, diabetes melitus, kurang aktifitas fisik dan
manopause.
Salah satu faktor resiko
aterosklerosis utama adalah Dislipidemia. Di Indonesia prevalensi
dislipidemia semakin meningkat. Penelitian MONICA di Jakarta 1988
menunjukkan bahwa kadar rata-rata kolesterol total pada wanita adalah
206.6 mg/dl dan pria 199,8 mg/dl, tahun 1993 meningkat menjadi 213,0
mg/dl pada wanita dan 204,8 mg/dl pada pria. Dibeberapa daerah nilai
kolesterol yang sama yaitu Surabaya (1985): 195 mg/dl, Ujung Pandang
(1990): 219 mg/dl dan Malang (1994): 206 mg/dl.
Apabila
dipakai batas kadar kolesterol > 250 mg/dl sebagai batasan
hiperkolesterolemia maka pada MONICA I terdapatlah hiperkolesterolemia
13.4 % untuk wanita dan 11,4 % untuk pria. Pada MONICA II
hiperkolesterolemia terdapat pada 16,2 % untuk wanita dan 14 % pria.